Saintho Valentino's

Personal Blog



Tanpa Salam.

Ada pilkada, ada politik.
Ada politik, ada uang.
Ada uang, ada.

Cukup sampai disitu kita melihat. Ada uang, ada. Uang itu selalu ada, cara memperolehnya itu yang di-ada-adain. Se-gokil apapun dirimu gak bisa serta merta ngambilin uang negara. Akhirnya dibuatlah sistem ini-itu buat memperoleh uang oleh para elite-silit politik. 
Sebenernya udah males ngomong ginian kali yak... Tapi yang pasti intinya demikian. Kalo gak ketemu maksud aku apa, ya cari lagi. Tuhan kadang suka memainkan penemuan mu. Jadi, keep sabar hehe.

Kali ini aku lagi pengen mencuma-cuma kan kegelisahanku. Aku gelisah ketika melihat para kandidat calon Gubernur Ibu Kota. Maksudku di sini adalah sosoknya, orangnya. 
Keresahanku berawal ketika mengetahui ada yang masih meniti karir ngangkatin senjata ehh malah disuruh nyalon sama Bapak Prihatin Indonesia. Trus, kegelisahanku menjelma resah saat tahu ada yang katanya berjuang pengen jadi anak Indie, sampe buka jasa pengumpulan KTP dimana-mana, ehhh, malah milih diusung ParPol. Trus lagi, ada cendikiawan (dulunya) sama tukang usaha --kata orang-orang mah sebutannya Pengusaha-- yang ikut-ikutan mempercantik diri dengan nyalon. Yang terakhir ini sampe bikin rekor lho: Rekor Titik Panggung Politik  Kampanye terbanyak versi MURI.

Enggak, aku lagi nggak ngejelekin Paslon semuanya itu kok. Aku cuma mencuma-cuma kan kegelisahanku. Kalau aku nggak mencuma-cuma kan hal ini dalam bentuk tulisan, niscaya yang terjadi diotakku pada hari-hari kedepan adalah bagai lantunan Pararararaa-nya lagu Resah by Payung Teduh. Kayak ada sedih-seneng-nggantung nya gitu.

Kenapa aku gelisah melihat hal-hal diatas?
Hmm, dengan pemikiranku yang mendalam cenderung cetek, bahwasanya dengan pengetahuan kita tentang fenomena yang tertulis dalam tiga baris kalimat paling atas tulisan ini, maka dapat disimpulkan: Sebaik-baiknya dirimu bagi dunia, sejahat-jahatnya dunia bagi dirimu; ketika kau nyalon maka kau KOMPROMI.

"Bang potong rambut yak model cepak NGNTD."
"Yah, gak bisa dek, walaupun saya lulusan akademi kang cukur Amerika, tapi saya baru nguasai potongan cepak KNTL doang."
"Oke bang gak papa kalo gitu. Rambut saya udah sepantat nih ribet kalo berak."
"Ya dek, laksanakan."

Kira-kira di atas adalah percakapan yang menggambarkan bagaimana kompromi terjadi.
Jadi, kalo kamu mau nyalon, ya kompromi dulu! Sama siapa? Sama parpol yang nyalon lah!

Lah terus?

Banyak diantara negara-negara saat ini mengedepankan prinsip Zero Compromise / Zero Tolerance dalam menghadapi Terorisme (termasuk Indonesia). Artinya pemerintah akan sama sekali tidak --istilahnya-- deal-deal-an dengan teroris. Sama sekali. Karena jika pemerintah deal-deal-an dengan teroris maka sama aja pemerintah kalah lawan teroris atau bahkan pemerintah teroris itu sendiri. 
Contoh ada kapal laut dibajak, teroris (red- perompak) minta duit tebusan trus kita kasih. Maka kita kalah sekaligus menyebarkan teror, kekalahan adalah teror itu sendiri. Oleh kerenanya dalam upaya menghadapi teroris adalah dengan : Ganyang!

Jadinya seperti ini :
Kau kompromi dengen teroris, kau lah teroris.
Kau kompromi dengan koruptor, kau lah koruptor.

Jadi kawan-kawan begitulah kira-kira kegelisahanku.
Ketika tukang ngangkat senjata, pejuang indie gak jadi, dan CePu (Cendikiawan-Pengusaha) berkompromi, mereka berkompromi pada pihak-pihak yang kita sudah tau betul apa-siapa-bagaimana-nya. Pihak-pihak yang... ahh sudahlah.

Anak-anak mari kita eja:
Pe-a-pa-er pe-o-po-el =  paaaaaaarrrraaaaarrrraaarrraaaarrraaaa


Tapi gak papa. Gak ada yang harus dikhawatirkan. Walau ...................................................... bersambung.


*dilihat dari waktu terbitnya tulisan ini maka saya putuskan untuk : NGANTUK.
lanjut di part 2.







Next PostNewer Posts Previous PostOlder Posts Home